Sunday, November 25, 2012

POSISI WAPRES RELATIF AMAN

JAKARTA – Gerakan untuk menyeret Wakil Presiden (Wapres) Boediono dalam kasus bailout Bank Century memang belum berakhir. Namun melihat dinamika politik dan hukum yang terjadi, posisi orang nomor dua di Indonesia itu relatif aman.
    Wacana pengajuan hak menyatakan pendapat (HMP) di DPR sulit terwujud setelah partai-partai besar memberikan sinyal negatif. Di sisi lain, langkah hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga belum mengarah kepada Boediono.
    Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengatakan, hingga kini orang yang dianggap bisa dimintai pertanggungjawaban atas pengucuran FPJP (fasilitas pendanaan jangka pendek) untuk Bank Century adalah dua mantan deputi gubernur Bank Indonesia (BI). Yakni SF (Siti Fadjrijah) dan BM (Budi Mulya). KPK bahkan belum mengumumkan pasal tindak pidana korupsi yang dilanggar keduanya. ’’Setelah ini diumumkan pasal-pasalnya. Jangan didebatkan lagi,’’ kata Johan.
    Komisi antirasuah tersebut juga belum menggeledah tempat-tempat yang dimungkinkan terkait skandal bailout Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Padahal, KPK selalu melakukan penggeledahan tak lama setelah pengumuman kenaikan status dari penyelidikan ke penyidikan.
    Pengumuman penetapan tersangka oleh KPK memang terkesan terburu-buru. Saat Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan di hadapan anggota tim pengawas skandal Bank Century DPR, surat perintah penyidikan (sprindik) bagi kedua tersangka belum diteken. Penggeledahan juga baru bisa dilakukan jika sprindik resmi diterbitkan.
    Anggota timwas kasus Bank Century DPR dari Partai Hanura Akbar Faisal mengingatkan, sejak kasus Century dibuka, Boediono adalah pihak yang selalu disebut. Dia sependapat bahwa kasus itu harus selesai. Namun, proses politik dan munculnya Sekretariat Gabungan pasca pembahasan di panitia angket Century pada 2010 bisa membuat kasus tersebut menggantung kembali. ’’Jangan-jangan ini dibuat agar tidak selesai,’’ kata Akbar.
    Menurut Akbar, mekanisme penyerahan kasus Bank Century ke penegak hukum memiliki kelemahan. Sebab, lembaga seperti Polri dan Kejaksaan Agung berada di bawah presiden. Sulit membayangkan lembaga di bawah presiden bisa menuntaskan kasus Bank Century sebagaimana fakta yang terlihat dalam panitia angket. ’’Harapan kita cuma KPK,’’ ujarnya.
    Jika harus memilih antara HMP atau KPK, Akbar menegaskan bahwa sejak awal Hanura adalah fraksi yang konsisten mengajukan HMP. Justru DPR selama ini yang dinilainya tidak konsisten. Padahal, mekanisme HMP juga tidak bermaksud menghakimi langsung posisi Boediono. ’’Kalau tidak bersalah, harkat dan martabatnya dipulihkan. Sebaliknya, jika terbukti, Pak Boediono harus kehilangan jabatan,’’ tegasnya.

Sumber: Radar Lampung

0 comments:

Post a Comment