Peresensi: M Kamil Akhyari
Penulis : Dr. Zuly Qodir
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Tahun : I Desember 2010
Tebal : xxx 310 Halaman
Tradisi liberalisme telah mewarnai agama Islam sejak zaman klasik.
Aliran-aliran rasional dalam bidang teologi, kalam, dan fiqih yang rajin
melakukan interpretasi terhadap Al Quran untuk dikontekskan dengan
perkembangan zaman yang sejatinya bukan pemikiran baru.
Kelompok Mu’tazilah yang sangat
mengagungkan akal dalam memahami Tuhan dan ajaran Islam berdiri pada
abad kedua hijriyah, dan aliran Ahl ar-Ra’yi yang senantiasa
mengedepankan akal dalam memahami hukum Islam digagas Imam Abu Hanifah
(699-767M).
Namun, Islam liberal di Indonesia baru diperbincangkan ketika muncul
Jaringan Islam Liberal (JIL), walaupun benih-benih liberalisme Islam
sudah lama. Pada ‘60-an, Greg Balton membahas gagasan Islam liberal di
Indonesia. Berawal dari penelitian disertasi Greg Balton, bertebarlah
buku-buku wacana gerakan pemikiran umat Islam di Indonesia.
Dalam buku ini Dr Zuly Qodir mencoba memotret varian liberalisme
Islam di Indonesia dalam rentan waktu 1991-2002. Liberalisme Islam yang
berkembang pada 1990-an dengan liberalisme Islam pada masa Nurcholish
Madjid dan Abdurrahman Wahid tak jauh beda.
Hanya saja, isu-isu yang mereka angkat dimodifikasi, dikemas lebih
menarik, dan medianya memberikan daya tarik tersendiri, sekalipun
substansinya tidak berbeda; urgensi reinterpretasi atas teks agama.
Arus globalisasi dan pesatnya teknologi informasi komunikasi
tidak hanya membawa perubahan dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
politik. Lebih dari itu, modernisasi juga membawa perubahan tingkah laku
keberagamaan umat manusia.
Reinterpretasi atas teks agama tidak hanya sebuah keniscayaan,
melainkan kebutuhan untuk mendialogkan agama dan realitas saat ini.
Interpretasi teks suci hanya berlaku sesuai dengan kondisi zamannya, tak
ada interpretasi yang berlaku untuk sepanjang masa, dan absolut. Dari
itu, setiap generasi memiliki hak untuk melakukan interpretasi atas teks
suci Al Quran untuk diaktualisasikan sesuai dengan zamannya (halaman
133-134).
Gagasan progresif Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid sebagai
peletak dasar liberalisme Islam di Indonesia terus melaju cepat.
Perkembangan liberalisme Islam di Indonesia tampak sekali dari
kekompakan generasi penerusnya dalam mengampanyekan gagasan Islam
liberal. Pada 1960-an ijtihad yang dilakukan muslim liberal lebih
bersifat individu, tapi pada ’90-an ijtihad yang dilakukan muslim
liberal lebih bersifat kelompok.
Keberadaan komunitas JIL di Utan Kayu jadi bukti yang sulit kita
bantah di dalam melejitnya liberalisme Islam di Indonesia dari 50 tahun
yang silam.
Soeharto tumbang dari tampuk kepemimpinannya, Habibie tampil sebagai
presiden ke tiga. Kebebasan pers jadi misi utama yang di usung Habibie.
Pada saat yang bersamaan, kelompok muslim liberal makin leluasa
mengampanyekan liberalisme Islam tanpa ada intervensi dan tekanan dari
pemerintah, pada 21 Agustus 2001 lahirlah Jaringan Islam Liberal di
Jakarta.
Namun, di tengah kenikmatan kita menyampaikan pendapat dan gagasan,
komunitas muslim liberal sepertinya mengalami kelesuan, spirit mereka
diambil alih kelompok fundamentalis.
Di tengah perpecahan umat dan maraknya kekerasan motif agama, buku
Islam Liberal patut kita baca untuk meneguhkan kembali semangat
pluralisme, toleransi, kerukunan, demokrasi, gotong royong dan HAM.
Peresensi adalah M Kamil Akhyari Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk. Bergiat di PC IPNU Sumenep.
Monday, November 26, 2012
Islam Liberal: Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment