Peresensi: Ecep Heryadi
Penyusun : Giat Wahyudi
Pengantar : Guruh Sukarno Putra
Penerbit : Taman Mini Indonesia Indah
Edisi : Cetakan I, 2010
Tebal : 327 halaman
Mayoritas bangsa ini, secara umum, telah mengalami degradasi
nilai-nilai kecintaan dalam bentuk patriotisme, kepahlawanan dan
kebangsaan.
Tak hanya gerusan arus budaya asing yang
menjadi sebab, melainkan kesadaran kolektif yang membentuk aras
kesadaran bernegara kita—khususnya kaum muda—yang tak bangga lagi
menyanyikan “Indonesia Raya” sebagai pemersatu bangsa, atau “berjiwa
merah putih” sebagai personifikasi dari kecintaan akan tanah air.
Jika demikian, alangkah baiknya jika kita kembali melakukan
permenungan mendalam akan nasib eksistensi bangsa kita ke depan, yang
secara menyedihkan sudah banyak ditanggalkan justru oleh kaum penerusnya
sendiri. Sepatutnya jika kita membuka lembar-lembar historisitas yang
mampu mentrigger semangat kebangsaan dan kegotongroyongan, sebagaimana
pernah ditekankan oleh Presiden Soeharto tatkala meresmikan Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) medio 70-an. Iya, TMII tak hanya lantas dipandang
sebagai suatu area pariwisata semata, namun disegenap
bangunan-bangunannya tersimpan rapi memori kolektif bangsa ini yang
sarat akan kebanggaan.
Sejatinya, apresiasi mendalam patut diberikan kepada Giat Wahyudi
yang kembali merangkai bunga rampai mengenai kebudayaan dan
perkembangannya, yang sejatinya bertumpu pada jati diri bangsa:
nilai-nilai kegotong-royongan. Memang tepat buku ini lantas diberikan
judul Mereka Bilang Kita Orang Indonesia: Desain Kebudayaan Nusantara,
yang meski “Indonesia” merupakan hasil penamaan bukan oleh orang
Indonesia, menyimpan etos dan spiritisme kesatuan budaya dan
multietnisitas sehingga terangkum dalam keindonesiaan kita.
Maksud dari disusunnya buku ini, yang salah satunya dipelopori oleh
Ade F. Meyliala, Direktur Operasional TMII, yakni ditujukan untuk
menggugah kecintaan segenap anak bangsa, walau berbagai problem
berbangsa dan kohesifitas sosial masih urung dipetik. Sebuah upaya yang
patut diberikan penghargaan.
Substansinya, buku ini tersusun dari tiga bagian yang totalnya
terdiri dari 30 bab. Bagian pertama (terdiri dari enam bab), berisi
ihwal narasi kebudayaan yang membentangkan tiga aspek yakni geografis,
sosial, dan budaya negeri ini yang berada di “perempatan” lalu lintas
internasional. Sebab itu, proses asimilasi budaya tak bisa dielakkan.
Tokoh-tokoh untuk mengulas hal inipun dihadirkan dalam kodifikasi bunga
rampainya, semisal, Franz Magnis Suseno, AB. Lapian, Denys Lombard,
Abdurrahman Apatji, Mun’in DZ.
Bagian keduanya, menampilkan secercah pemikiran lepas para pemikir,
intelektual dan budayawan untuk berbicara mengenai kebhinekaan dan cinta
tanah air. Bagian penutup, sebenarnya menjadi esensi pentingnya, yakni
berkenaan dengan pembahasan mengenai hakikat dibangunnya TMII sebagai
lokasi wisata budaya untuk meningkatkan kesadaran dan kemajuan berbudaya
bangsa Indonesia.
Buku ini layak dibaca ditengah krisis kesadaran berbudaya yang kian hari, kian menuju titik nadir.
Penulis adalah Analis Politik UIN Jakarta, Peneliti di International Studies for Peace, Prosperity and Democracy (ISEAC) Jakarta
Monday, November 26, 2012
Mereka Bilang Kita Orang Indonesia: Desain Kebudayaan Nusantara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment