Tuesday, December 4, 2012

MAJU TERUS CALON INDEPENDEN (Belajarlah dari Pilgub Lampung)


Arizka Warganegara
(Dosen Ilmu Pemerintahan dan Peneliti FISIP Universitas Lampung)

Calon Independen tidak laku di Lampung, begitulah Head Line Harian Media Indonesia tanggal 4 september 2009, ada apa dengan calon independen? Mungkin itu kalimat yang mesti dipertanyakan kepada para akademisi dan aktivis sosial yang terus mendorong keberadaan calon independen.

Bagi saya, dengan keikutsertaan calon independen dalam Pilgub Lampung saja, itu sudah merupakan berkah, bagaimana tidak, ketika nuansa oligarki partai politik dan kerasnya faktor modal dalam ranah politik lokal di Indonesia, Pilgub Lampung menjadi pilgub pertama yang mengizinkan calon independen ikut berkompetisi. Jika kemudian masalah hasil akhir penghitungan suara calon independen di Lampung agak mengecewakan, itu persoalan lain.

Hasil quick count Pilgub Lampung versi LSI Saiful Mujani menunjukkan hal yang sangat ironi, dua pasangan Calon Independen Lampung pasangan mantan Rektor Universitas Lampung, Muhajir Utomo dan Andi Arief serta Pasangan Mantan Kapolda Metro Jaya, Sofyan Jacoeb dan Bambang Waluyo Utomo masing –masing hanya memperoleh suara 3,42 persen dan 2,30 persen, angka ini sangat jauh dibandingkan dengan perolehan dukungan minimal 4 persen dalam bentuk KTP yang mereka harus kumpulkan manakala akan mencalonkan diri sebagai cagub dari jalur independen.

Disatu sisi keberdaan calon independen di Lampung adalah sebuah berkah walaupun jika merujuk hasil akhir ini merupakan sebuah ironi. Sebuah ironi yang seharusnya sudah diperhitungkan oleh kedua calon independen tersebut, ternyata dalam ranah politik praktis idealisme yang membara saja tidak cukup terdapat faktor-faktor lain yang mesti dipertimbangkan secara matang, antara lain faktor uang politik, mesin politik dan tidak maksimalnya sosialisasi.

Empat Faktor Utama

Berdasarkan Pasal 59 ayat 2a UU NO.12/2008 dengan jumlah penduduk sekitar 7,3 juta jiwa, sang calon mesti mengumpulkan dukungan minimal 4 persen untuk maju sebagai calon independen dalam Pilgub Lampung, jika angka ini riil maka seharusnya kedua calon independen Pilgub Lampung masing-masing sudah memperoleh dukungan minimal sekitar 292.000 pemilih.

Mengacu pada tingkat partisipasi yang di-rilist 68,99 persen (versi LSI Saiful Mujani) maka akan didapatkan angka 3.725.460 jiwa penduduk lampung yang mencoblos pada hari H, dan sekali lagi jika angka 292.000 dipersentasekan dari angka total pemilih pada hari H sejumlah 3.725.460 maka setidaknya dalam pilgub Lampung, masing-masing calon independen memeroleh modal awal suara 7,8 persen.

Logikanya tidak melakukan kampanye saja seharusnya calon independen sudah memeroleh suara 7,8 persen dari pemilih. Akan tetapi mengapa capaian suara kedua calon independen Pilgub Lampung hanya sekitar 2-3 persen?
Setidaknya terdapat empat faktor yang menyebabkan calon independen kurang begitu laku pada Pilgub Lampung, Fakor Pertama adalah persoalan uang politik (modal) harus diakui dalam ranah politik praktis faktor uang tetap menjadi major factor yang tidak bisa dinapikkan begitu saja.

Faktor uang politik menjadi sangat signifikan dikala sang calon memobilisasi massa, dan keberadaan calon independen sebagai individu politik yang berdiri sendiri tidak dibangun berdasar pada konsep transaksi politik menyebabkan kemampuan sang calon independen untuk memeroleh uang politik (modal-red) menjadi sangat terbatas.

Kemampuan cagub partai politik untuk mengumpulkan uang politik selangkah lebih baik dibandingkan dengan calon independen, hal ini lumrah terjadi manakala transaksi politik dalam partai politik akan lebih kentara dibandingakan dengan calon independen, bagi-bagi kekuasaan akan lebih jelas porsinya dalam wajah parpol dibandingkan dengan calon independen, sehingga pemodal cenderung lebih menyukai calon Parpol dibandingkan dengan calon Independen.

Faktor Kedua, mesin politik yang efektif secara tidak langsung adalah keunggulan partai politik dibandingkan dengan calon independen, jika partai politik telah mempunyai mesin politik di level pusat sampai dengan anak ranting, dan hal tersebut telah tersusun secara sistematis, sangat kontras jika dibandingkan dengan calon independen yang semua serba instan dan mendadak.

Dalam konteks Lampung misalkan, calon independen hanya mempunyai waktu efektif hanya sebulan untuk mempersiapkan segala hal, dimulai dari pengumpulan dukungan yang harus mengikuti aturan resmi KPU, verifikasi dukungan yang terkadang dinyatakan tidak valid oleh KPU-D dan hal lain yang sifatnya teknis, sementara yang sifatnya substansi seperti penyiapan media kampanye, program (visi-misi) sampai dengan hal yang paling penting ‘mesin politik’ tidak tergarap dengan baik.

Faktor Ketiga, tidak maksimalnya sosialisasi, dalam kasus Lampung, waktu antara diundangkannya peraturan formal calon Independen dengan persiapan yang dimiliki oleh para calon independen, sangatlah tidak memungkinkan untuk mereka menjangkau wilayah yang begitu luas seperti Lampung.

Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan calon dari partai politik, dan apalagi jika dibandingkan dengan calon incumbent yang setidaknya memiliki waktu yang relatif lebih panjang pada masa periode jabatannya untuk melakukan sosialiasi politik ke masyarakat pemilih.

Faktor Keempat, saya menilai para calon independen pada Pilgub Lampung, kurang berani memilih isu-isu ekstrim sebagai bagian dari program visi misi kampanye mereka, terdapat kecenderungan calon independen dalam Pilgub Lampung hanya menyerukan isu-isu serta program visi misi yang sama dengan calon parpol.

Para calon Independen harus lebih berani menyuarakan persoalan-persoalan yang lebih ekstrim dan membumi, misalkan saja calon independen lebih berani menyuarakan skenario yang lebih radikal dalam memberantas korupsi atau membuat pernyataan mudur dini sebagai Gubernur jika program-program yang dijanjikan tidak berjalan, sehingga rakyat akan memberikan sebuah catatan ‘lebih’ terhadap program dan visi misi calon independen dibandingkan dengan cagub dari partai politik.

Apa Hikmahnya

Bagi para kandidat calon independen masa depan tidaklah perlu berkecil hati dengan hasil Pilgub Lampung dan Pilwalkot Bandung. Kedua pemilukada ini hanyalah buih kecil dalam arus gelombang lautan yang begitu membahana. Niat tulus awal teman-teman akademisi dan aktivis sosial mendorong keberadaan Calon Independen, berdasar pada asumsi bahwa keberadaan calon independen akan membuat sistem politik lebih sehat dan terbebas dari malpraktik oligarkisme partai politik.

Mempersiapkan diri sebaik mungkin dan sedini mungkin sebagai kandidat calon independen mungkin adalah jalan yang dapat ditempuh bagi siapa saja yang ingin menduduki jabatan politik dengan menggunakan perahu calon independen.

Memperbaiki beberapa kekurangan calon independen Lampung dan Bandung, dengan cara mempersiapkan sejak dini mesin politik, uang politik dan melakukan long term sosialisasi adalah langkah awal yang mesti dilakukan oleh para kandidat calon Independen.

Mengutip iklan Rizal Malarangeng there is a will, there is a way, jika ada kemauan pasti ada jalan, maju terus calon independen negara ini bukan hanya milik para komprador pemilik modal partai politik saja..semoga 

0 comments:

Post a Comment